Makna Esoteris Haji

Ibadah haji adalah bagian dari ibadah yang paling fundamental dalam agama Islam. Ketika Nabi saw menyebutkan ?struktur? bangunan Islam, maka ibadah haji beliau letakkan sebagai bagian yang tak terpisahkan. Dalam al-Quran Allah berfirman secara eksplisit, ?Mengerjakan haji adalah kewajiban manusia terhadap Allah, yaitu bagi orang-orang yang mampu mengadakan perjalanan ke Baitullah.? (QS.3:97)Secara historis memang ibadah ini berasal dari Ibrahim as. Namun kemudian ia menjadi simbol ibadah universal dimana seluruh umat manusia terpanggil untuk melakukannya. Itulah kenapa sebelum datangnya Islam ke Jazirah Arab hampir semua bangsa di dunia ini melakukan perjalanan ke kota Makkah untuk bisa beribadah di sana. Meskipun bentuk-bentuk ibadah yang dilakukannya sudah mengalami distorsi dan perubahan-perubahan substansial dan fundamental yang berbeda dengan yang disyariatkan oleh Ibrahim as.

Perkembangan berikutnya kemudian mensyaratkan bahwa yang ingin melakukan ibadah haji di Rumah Allah haruslah beriman kepada Allah dan beriman kepada Nabi Muhammad saw, serta tunduk pada syariat yang dibawa oleh Nabi yang terakhir ini. Dari sana kemudian ibadah haji kembali kepada bentuk tauhidnya yang asli dan kesucian spiritualitasnya yang sejati.

ImageDari sekian banyak ibadah, haji adalah puncak ibadah ritual yang sangat didambakan bisa dilakukan oleh setiap orang Muslim. Selain karena pahalanya yang sangat besar, orang-orang yang berhaji akan dianggap oleh Allah sebagai tamu-tamu-Nya. ?Orang yang beribadah haji dan umrah adalah tamu-tamu Allah. Dan adalah hak Allah untuk memuliakan para tetamu-Nya serta mengaruniakan mereka ampunan.? Demikan kata sebuah hadis.

Sangat banyak hadis-hadis serupa yang bisa kita kutipkan di sini. Berikut kita kutipkan sebuah hadis Nabi lagi tentang ibadah haji ini, ?Apabila seorang yang beribadah haji mengangkat bekalnya, maka Allah akan menuliskan baginya sepuluh amal kebajikan; dan apabila ia meletakkan bekalnya, maka Allah akan menghapuskan baginya sepuluh kesalahannya dan mengangkat derajatnya sampai ke tingkat kesepuluh. Apabila ia naik kendaraannya, maka Allah akan memberikan kepadanya pahala sebanyak langkah yang diayunkannya atau sejauh jarak yang ditempuhnya. Apabila ia berthawaf mengelilingi Kabah, maka Allah akan mengampuni dosa-dosanya. Apabila ia melakukan sa?i antara Shafa dan Marwah, maka Allah akan mengampuni dosa-dosanya. Apabila ia wukuf di Arafah, maka Allah akan mengampuni dosa-dosanya. Apabila ia melempar Jumrah Allah akan mengampuni dosa-dosanya. Kata Imam Ja?far as-Shadiq yang meriwayatkan hadis ini, sedemikian rupa Nabi menyebut-nyebut setiap satu dari amal ibadah haji ini dengan mengatakan bahwa Allah akan mengampuni setiap dosanya sampai beliau bersabda, ?Ya Fulan, tidak akan mungkin kau bisa memperoleh apa yang telah diperoleh orang yang beribadah haji.?
Demikianlah, betapa besar janji Allah tentang ibadah haji ini, dan betapa mulianya orang yang mendapatkan kesempatan melakukannya. Itulah kenapa dalam salah satu doa yang dipanjatkan di saat-saat bulan suci Ramadhan, ada sebuah permohonan yang berbunyi, ?allahumma urzuqni hajja baitikal haram fi ?ami hadza wafi kulli ?am, ma abqaitani fi yusrin minka wa ?afiyah?? (Ya Allah anugerahkan aku dapat menunaikan ibadah haji ke rumah-Mu yang suci ini, di tahun ini dan pada setiap tahun, selagi Kauberikan kepadaku kemudahan dan kesehatan??

Kita -yang mampu- memang diwajibkan berhaji minimal sekali sepanjang hayat. Namun karena fadhilah atau keutamaannya yang sedemikian besar, sebagian kaum muslimin yang mampu akhirnya melakukannya berulang-ulang lantaran ingin memperoleh pahalanya yang sangat besar itu. Itulah kenapa sebagian kaum muslimin melakukannya dua, tiga, empat sampai berkali-kali sepanjang hayatnya. Dalam sejarah tercatat bahkan Imam Hasan al-Mujtaba telah melakukannya sebanyak 20 kali, Mulla Sadra 15 kali, bahkan ada sebagian sufi yang melakukannya sampai 60 kali, dan sebagainya.

Melihat sejarah Nabi saw, memang tercatat bahwa beliau melakukannya hanya sekali. Ibnu al-Qayyim al-Jauzi dalam kitabnya Zad al-Ma?ad menuturkan riwayat yang mengatakan bahwa Nabi berhaji hanya sekali, dan umrah selama hidupnya sebanyak tujuh kali. Apakah mengulang-ulang ibadah haji atau berkali-kali umrah adalah ?bid?ah? seperti yang dituduhkan oleh sebagian orang, sebab Nabi hanya melakukannya hanya sebatas bilangan yang disebutkan riwayat di atas. Tulisan ini tidak ingin menanggapinya dan tidak bermaksud untuk membahasnya.

Haji dan umrah memang menyimpan rahasia tersendiri yang sukar dipahami secara lahiriah. Ibadah haji, sebagaimana arti harfiahnya adalah berjalan dengan tujuan tertentu, yakni Allah. Sebuah perjalanan- kerinduan untuk mencari dan mencapai Allah. Meskipun tidak semua orang mempunyai tujuan yang sama dan seragam dalam melaksanakan ibadah ini, namun biasanya orang haji tujuannya ingin ?berjumpa? dengan Allah, dengan kapasitasnya yang berbeda-beda.

Orang yang datang dengan iman yang tebal akan menemukan kebahagiaannya tersendiri saat berada di sekitar Makkah dan Madinah, terutama saat-saat dia menyapa Allah di depan Kabah, sementara orang yang minim imannya juga mengalami pengalamannya tersendiri saat berada di bawah naungan Allah di tirai Kabah tersebut. Banyak kisah yang kita dengar dimana seseorang mendapatkan jawaban dari kesulitannya saat dia umrah atau haji. Yang tadinya tidak dapat anak, pulang dari haji dapat anak. Yang tadinya sulit dalam menentukan pasangan hidupnya, sepulang dari umrah atau haji dia memperoleh jodohnuya; yang tadinya sakit, kemudian sembuh dan sebagainya.

Bagi yang imannya tinggi, dia ?menemukan? Allah di sana. Doanya dikabulkan, hatinya gembira, dia rasakan manisnya berdoa, nikmatnya shalat, damainya jiwa dan segala bentuk kenikmatan psikologis dan spiritualitas yang tidak mudah untuk dikisahkan secara verbal. Tapi semua sepakat bahwa itu berkah dari ibadah haji, besar atau kecil.

Kualitas-kualitas Haji
Kualitas ibadah haji setiap manusia berbeda satu dengan lainnya. Imam Shadiq as pernah membagi kualitas haji kepada dua bagian: haji untuk Allah dan haji untuk manusia. Adapun haji untuk Allah maka ganjarannya hanya surga semata-mata, sementara haji untuk manusia maka ?ganjarannya? ada pada manusia yang ia tujukan tersebut. Pembagian kualitas haji seperti ini adalah ungkapan realistis dari tujuan-tujuan haji yang ada dalam masyarakat kita hari ini. Ada sebagian orang yang benar-benar berhaji dengan penuh kesadaran akan kewajibannya di hadapan Allah, sehingga ia mau berkorban apa saja demi tujuan mulia ini. Ada yang mulai mengumpulkan uangnya seperak demi seperak, sehingga terkumpul setelah sekian tahun. Lalu kemudian ia berangkat menemui Allah di sana. Betapa mulia usahanya dan betapa besar pengorbanannya. Hanya Allah sajalah yang tahu ganjaran baginya. Namun ada juga orang yang berhaji bukan dengan tujuan Allah, tetapi karena ?sesuatu? yang lain; apakah itu karena tugas, atau mendampingi pejabat atau status social dan sebagainya. Untuk haji yang kedua ini jelas berbeda nilainya dengan yang pertama.

Ketika niat berbeda maka pasti hasil dari hajinya juga berbeda. Sebuah hadis menyebutkan tiga hasil yang berbeda akibat dari tiga kualitas yang berbeda itu. Pertama, haji yang dengannya Allah berjanji untuk membebaskannya dari api neraka. Itulah kualitas yang sangat sempurna. Dengan kata lain, ibadah hajinya benar-benar menjadi sebuah ibadah yang memberikan makna pada seluruh aspek hidupnya. Ia merobah cara hidupnya yang tadinya bergelimang dosa menjadi hidup yang penuh amal kebajikan; dari yang tadinya jauh dari Allah menjadi manusia yang dekat dengan Allah. Hajinya mungkin saja satu kali ia lakukan, namun telah memberikan makna hidup baginya sepanjang hayatnya. Hajinya benar-benar merobah dirinya secara substansial.

Kedua, hajinya menyucikan dirinya dari dosa-dosanya yang lalu persis bagaikan seorang bayi yang baru. Kualitas ini meskipun sangat baik namun tidak seperti yang pertama. Sebab yang namanya bayi masih tetap menyimpan potensi untuk menjadi orang yang berdosa dan gagal dalam perjalanan spiritualitasnya di masa akan datang. Ketiga, kualitas rendah dimana Allah hanya memelihara dirinya dan keluarga yang ditinggalkannya sepanjang perjalanan hajinya ke rumah Allah.

Semua orang berharap bisa mendapatkan kualitas yang pertama dan berlindung dari kualitas yang ketiga ini. Untuk bisa memperoleh kualitas pertama ini, selain keikhlasan saat melaksanakan manasik haji, juga dibutuhkan ilmu tentang haji yang baik, apakah ilmu manasiknya atau juga makna esoterisnya. Berikut kami kutipkan apa yang dikatakan oleh Imam Ja?far as-Shadiq as tentang makna-makna esoteris haji yang mampu memberikan kepada kita kualitas pertama ibadah haji.

?Saat kau bertalbiah hendaklah engkau penuhi panggilan Allah dengan hati yang bersih dan ikhlas semata-mata karena-Nya, sambil engkau berpegang teguh pada tali-Nya yang sangat kuat. Saat kau melakukan thawaf, sadarilah dalam hatimu bahwa engkau sedang berthawaf bersama para malaikat yang juga sedang berthawaf di seputar ?Arsy, sebagaimana engkau kini sedang berthawaf bersama kaum muslimin seputar rumah Allah.

Di saat Sa?i, berlari-larilah kecil dari hawa nafsumu dan lepaskan dirimu dari kebergantungan kepada kekuatan dirimu Saat engkau keluar ke Mina (di malam kesembilan) keluarlah dengan niat engkau keluar dari sifat lalaimu dan ketergelinciranmu; dan jangan kau bermimpi atau berangan-angan untuk melakukan sesuatu yang tidak halal bagimu.

Di Arafah hendaklah engkau melakukan pengakuan-pengakuan atas kesalahan yang pernah kaulakukan. Perbaharuilah janji setiamu kepada Allah Yang Mahaesa. Di Muzdalifah hendaklah engkau lebih mendekatkan diri kepada-Nya dan lebih takut lagi kepada-Nya. Dan saat engkau naik ke atas bukit di sekitarnya, naikkan juga ruhmu ke sisi Allah yang Maha Tinggi.

Di saat kau menyembelih binatang kurbanmu hendaklah juga engkau sembelih urat-urat nafsu dan sifat tamakmu akan dunia ini. Di saat engkau melempar jumrah, hendaklah juga engkau melempar seluruh syahwat yang rendah yang ada dalan jiwamu, demikian juga tingkah-lakumu yang buruk.

Di saat kau mencukur rambut, hendaklah engkau cukur seluruh aib yang ada dalam dirimu, aib yang zahir maupun yang batin. Di saat kau masuk ke wilayah haram, hendaklah engkau masuk ke dalam perlindungan Allah dan rasa aman yang dijanjikanNya.

Lihatlah dan kunjungilah Rumah Allah itu dengan penuh takzim kepada Pemiliknya dan kesadaran akan keagungan-Nya. Ucapkanlah salam kepada Hajar Aswad sebagai tanda ridhamu atas pembagian-Nya dan rasa tundukmu atas kekuasaan-Nya.

Saat kau melakukan thawaf wada?, maka berpisahkan engkau dengan selain Allah. Saat kau berdiri di bukit Shafa, hendaklah engkau jernihkan ruhmu dan sir-mu untuk bisa bertemu dengan-Nya kelak pada Hari Pertemuan. Saat kau berada di Marwah hendaklah engkau menjadi manusia yang penuh wibawa dan terhormat di jalan Allah dimana engkau suci dari segala sifat yang buruk.

Istiqamahlah engkau atas perjanjianmu dengan-Nya di saat hajimu. Peliharalah ikrarmu yang kau ucapkan di hadapan Tuhanmu di saat hajimu, niscaya Dia akan wajibkan apa yang Dia janjikan untukmu kelak di hari kiamat.?.

Betapa agungnya makna esoteris dari setiap gerak-gerik manasik haji yang kita lakukan. Setiap satunya menyimpan makna tauhid yang sangat dalam. Pada setiap tempatnya di sana ada Allah yang hadir menyaksikan. Dalam setiap gerakan bersembunyi simbol kedhaifan seorang hamba di hadapan Tuhan yang Mahaperkasa. Semua hamba Allah bermunajat dengan rintihan yang sangat menyayat hati, ?Inilah hamba-Mu, fakir-Mu, miskin-Mu, papa-Mu yang telah berada di depan pintu-Mu, maka berikanlah untuknya surga.?

Semoga Allah memberkahi perjalanan semua tamu-tamu Allah yang akan berangkat ke rumahnya di tahun ini dari belahan dunia manapun mereka berasal. Semoga Allah memelihara perjalanan Anda dan menjadikan haji Anda haji yang mabrur. Kami titipkan agama Anda, amanat Anda dan amalan-amalan Anda kepada Allah Swt. Nastaudi?ullaha dinaka wa amanataka wa khawatima ?amalika. Amin.

* Penulis adalah Ketua Pusat Spritual Islam Fitrah
Ust. Husein Shahab

Template by : Kendhin x-template.blogspot.com